BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Pemeriksaan laboratorium merupakan hal yang
terpenting dalam proses diagnosis suatu penyakit. Banyak informasi penting yang
bisa didapatkan dari proses tersebut yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
menentukan langkah yang akan diambil terhadap pasien. Dengan demikian, proses
pemeriksaan laboratorium memiliki peranan vital bagi pasien. Pemeriksaan
laboratorium terhadap pasien menggunakan bahan pemeriksaan yang berasal dari
tubuh pasien. Pada prinsipnya semua organ dan cairan tubuh dapat diperiksa,
namun yang sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin hanya specimen yang
memiliki arti klinis, misalnya darah, urine, serum, sekret/efusi, cairan
sendi, dan cairan otak (LCS).
Pada makalah ini akan dibahas secara khusus
pemeriksaan laboratorium klinik terhadap specimen cairan otak atau Liquor
Cerebro Spinalis (LCS). Pemeriksaan LCS ini berperan penting dalam mendiagnosa
adanya gangguan terhadap selaput otak/ meningia. Pemeriksaan Terhadap LCS
ini terbagi atas pemeriksaan Makroskpis, Mikroskopis, dan Kimiawi. Tinjauan
pustaka mengenai LCS akan dijelaskan lebih lanjut pada bab selanjutnya.
1.2
TUJUAN
1. Untuk
mengetahui pengertian, anatomi, dan fisiologi LCS
2. Untuk
mengetahui cara pengambilan specimen LCS (Lumbal Pungsi)
3. Untuk
mengetahui macam-macam pemeriksaan LCS
4. Untuk
mengetahui prosedur pemeriksaan-pemeriksaan LCS
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
PENGERTIAN
Liquour
Cerebrospinalis adalah cairan otak yang diambil melalui lumbal punksi Cairan
otak tidak boleh dipandang sama dengan cairan yang terjadi oleh proses
ultrafiltrasi saja dari plasma darah. Di samping filtrasi, faktor sekresi dari
plexus choriodeus turut berpengaruh.Karena itu cairan otak bukanlah transudat
belaka.Akan tetapi seperti transudat, susunan cairan otak juga selalu
dipengaruhi oleh konsentrasi beberapa macam zat dalam plasma darah.
Pengambilan
cairan otak itu dilakukan dengan maksud diagnostik atau untuk melakukan
tindakan terapi.Kelainan dalam hasil pemeriksaan dapat memberi petunjuk kearah
suatu penyakit susunan saraf pusat, baik yang mendadak maupun yang menahun dan
berguna pula setelah terjadi trauma.
secara
makroskopi, mikroskopi, kimia, bakteriologi, dan serologi.
2.2 ANATOMI DAN
FISIOLOGI
Cairan Serebro Spinal (CSS) ditemukan di ventrikel otak
dan sisterna dan ruang subarachnoid yang mengelilingi otak dan medula spinalis.
Seluruh ruangan berhubungan satu sama lain, dan tekanan cairan diatur pada suatu tingkat yang
konstan.
Ø Fungsi Bantalan Cairan Serebrospinal
Fungsi utamanya adalah untuk melindungi sistem saraf
pusat (SSP) terhadap trauma. Otak dan cairan serebrospinal memiliki gaya berat
spesifik yang kurang lebih sama (hanya berbeda sekitar4%), sehingga
otak terapung dalam cairan ini. Oleh karena itu, benturan pada kepala akan menggerakkan seluruh otak dan tengkorak secara
serentak, menyebabkan tidak satu bagian pun dari otak yang berubah
bentuk akibat adanya benturan tadi.
Ø Pembentukan, Aliran dan Absorpsi Cairan Serebrospinal
Sebagian besar CSS (dua pertiga atau lebih)
diproduksi di pleksus choroideus ventrikel serebri (utamanya ventrikel
lateralis). Sejumlah kecil dibentuk oleh sel ependim yang membatasi ventrikel
dan membran arakhnoid dan sejumlah kecil terbentuk dari cairan yang bocor
ke ruangan perivaskuler di sekitar pembuluh darah otak (kebocoran sawar
darah otak).Pada orang dewasa, produksi total CSS yang
normal adalah sekitar 21 mL/jam (500 mL/ hari),volume CSS total hanya sekitar 150 mL. CSS mengalir dari ventrikel
lateralis melalui foramen intra ventrikular (foramen Monroe) ke venrikel
ketiga, lalu melewati cerebral aquaductus(aquaductus sylvii) ke venrikel
keempat, dan melalui apertura medialis (foramen Magendi) danapertura lateral
(foramen Luschka) menuju ke sisterna cerebelomedular (sisterna magna).
Darisisterna cerebelomedular, CSS memasuki ruang subarakhnoid, bersirkulasi
disekitar otak dan medulaspinalis sebelum diabsorpsi pada granulasi arachnoid
yang terdapat pada hemisfer serebral.Sekresi Pleksus Koroideus.
Pleksus
koroideus adalah pertumbuhan pembuluh darah seperti kembang kol yang dilapisi oleh selapis tipis sel. Pleksus ini menjorok ke
dalam kornu temporal dari setiap ventrikel lateral,bagian posteror ventrikel
ketiga dan atap ventrikel keempat.Sekresi cairan oleh pleksus koroideus
terutama bergantung pada transpor aktif dari ion natrium melewati sel epitel yang membatasi bagian luar pleksus. Ion-
ion natrium pada waktu kembali positif akan menarik ion akan menarik
sejumlah besar ion-ion klorida, karena ion natrium yang bermuatan klorida yang
bermuatan negatif. Keduanya bersama - sama meningkatkankuantitas osmotis
substansi aktif dalam cairan serebrospinal, yang kemudian segera menyebabkan osmosis air melalui membran, jadi menyertai
sekresi cairan tersebut. Transpor yang kurang begitupenting memindahkan
sejumlah kecil glukosa ke dalam cairan serebrospinal dan ion kalium dan
bikarbonat keluar dari cairan serebrospinal ke dalam kapiler. Oleh karena itu,
sifat khas dari cairan serebrospinal
adalah sebagai berikut: tekanan osmotik kira-kira sama dengan plasma;
konsentrasi ion natrium kira-kira sama dengan plasma;
klorida kurang lebih 15% lebih besar dari plasma; kalium kira-kira 40% lebih kecil; dan glukosa kira-kira
30% lebih sedikit. Inhibitor carbonic anhidrase (acetazolamide) ,
kortikosteroid, spironolactone, furosemide, isoflurane dan agen vasokonstriksi
untuk mengurangi produksi CSS. Absorpsi Cairan Serebrospinal Melalui Vili
Arakhnoidalis. Absorpsi CSS melibatkan translokasi cairan dari granulasi
arachnoid ke dalam sinus venosusotak. Vili arakhnoidalis, secara
mikroskopis adalah penonjolan seperti jari dari membran arakhnoidke dalam dinding sinus venosus. Kumpulan besar
vili-vili ini biasanya ditemukan bersama-sama, dan membentuk suatu struktur
makroskopis yang disebut granulasi arakhnoid yang terlihat menonjol kedalam sinus.
Dengan menggunakan mikroskop elektron, terlihat bahwa vili ditutupi oleh sel
endotel yang memiliki lubang-lubang vesikular besar yang langsung menembus
badan sel. Telahdikemukakan bahwa lubang ini cukup besar untuk
menyebabkan aliran yang relatif bebas dari cairanserebrospinal, molekul protein, dan bahkan partikel - partikel sebesar
eritrosit dan leukosit ke dalam darah vena. Sebagian kecil diabsorpsi di nerve
root sleeves dan limfatik meningen. Walaupun mekanismenya belum jelas
diketahui, absorpsi CSS ini tampaknya berbanding lurus terhadaptekanan
intra kranial(TIK) dan berbanding terbalik dengan tekanan vena serebral
(Cerebral Venous Pressure = CVP). Karena
otak dan medula spinalis sedikit disuplai oleh sistem limfatik, absorpsimelalui
CSS merupakan mekanisme utama untuk mengembalikan protein perivaskuler dan
interstitiilke dalam aliran darah .Ruang Perivaskuler dan Cairan Serebrospinal
Pembuluh darah yang mensuplai otak pertama-tama berjalan melalui sepanjang
permukaanotak dan kemudian menembus ke dalam, membewa selapis pia mater, yaitu
membran yangmenutupi otak. Piamater hanya melekat longgar pada pembuluh
darah, sehingga terdapat sebuahruangan, yaitu ruang perivaskuler, yang ada di
antara pia mater dan setiap pembuluh darah.
Ø Tekanan Cairan Serebrospinal
Tekanan
normal dari sistem cairan serebrospinal ketika seseorang berbaring pada posisi horizontal, rata-rata 130 mm air (10 mmHg),
meskipun dapat juga serendah 65 mm air atau setinggi 95 mm air pada orang
normal..Pengaturan Tekanan Cairan Serebsrospinal oleh Vili Arakhnoidalis.Normalnya,
tekanan cairan serebrospinal hampir seluruhnya diatur oleh absorpsi
cairanmelalui vili arakhnoidalis.Alasannya adalah bahwa kecepatan normal
pembentukan cairanserebrospinal bersifat konstan, sehingga dalam pengaturan
tekanan jarang terjadi faktor perubahandalam pembentukan cairan.
Sebaliknya, vili berfungsi seperti katup yang memungkinkancairan danisinya
mengalir ke dalam darah dalam sinus venosus dan tidak memungkinkan aliran
sebaliknya.Secara normal, kerja katup vili tersebut memungkinkan
cairan serebrospinalmulai mengalir ke dalam
darah ketika tekanan sekitar 1,5 mmHg lebih besar dari tekanan darah dalam
sinus venosus. Kemudian, jika tekanan cairan serebrospinal masih
meningkat terus, katup akan terbuka lebar,sehingga dalam keadaan normal,
tekanan tersebut tidak pernah meningkat lebih dari beberapa mmHg dibanding dengan tekanan dalam sinus.
Sebaliknya, dalam keadaan sakit vili tersebut kadang-kadang menjadi tersumbat
oleh partikel-partikel besar, oleh fibrosis, atau bahkan oleh molekul
protein plasma yang berlebihan yangbocor ke dalam cairan serebrospinal
pada penyakit otak. Penghambatan seperti ini dapatmenyebabkan tekanan cairan
serebrospinal menjadi sangat tinggi.
2.3
PROSEDUR PUNGSI LUMBAL
Cairan
otak biasanya diperoleh dengan melakukan punksi lumbal pada lumbal III dan IV
dai cavum subarachnoidale, namun dapat pula pada suboccipital ke dalam cisterna
magma atau punksi ventrikel, yang dapat disesuaikan dengan indikasi klinik.
Seorang klinik yang ahli dapat memperkirakan pengambilan tersebut. Hasil punksi
lumbal dimasukkan dalam 3 tabung atau 3 syringe yang berbeda, antara lain :
1. Tabung
I berisi 1 mL
Dibuang karena
tidak dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan karena mungkin mengandung darah
pada saat penyedotan.
2. Tabung
II berisi 7 mL
Digunakan untuk
pemeriksaan serologi, bakteriologi dan kimia klinik.
3. Tabung
III berisi 2 mL
Digunakan untuk
pemeriksaan jumlah sel, Diff.count dan protein kualitatif/kuantitatif.
Tata
Cara :
1. Pasien dalam
posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal
(lutut di tarik ke arah dahi )
2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara L4 dan L5 yaitu dengan menentukan
garis potong sumbu kraniospinal ( kolumna verterbralis ) dan garis antara
kedua spina ishiadika anterior superior ( SIAS ) kiri dan kanan. Pungsi dapat
pula di lakukan anatara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak boleh
pada bayi.
3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm
dengan larutan Povidon iodin di ikuti larutan alkohol 70% dan tutup dengan
duk steril di mana daerah pungsi lumbal di biarkan terbuka.
4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah
memakai sarung tangan steril selama 15 – 30 detik yang akan menandai titik
pungsi tersebut selama 1 menit.
5. Tasukan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah di tentukan. Masukan
jarum perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan
mulut jarum terbuka ke atas samapai menembus duramater.Jarak antara kulit
dan ruang subarakhnoi berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan
gizi. Umumnya 1,5 – 2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada
umur 3 –5 tahun. Pada remaja jaraknya 6 – 8 cm.
6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar.Untuk mendapatkan aliran
cairan yang lebih baik, jarum di putar hingga mulut jarum mengarah ke
kranial.Ambil cairan untuk pemeriksaan
7.Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester.
(lutut di tarik ke arah dahi )
2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara L4 dan L5 yaitu dengan menentukan
garis potong sumbu kraniospinal ( kolumna verterbralis ) dan garis antara
kedua spina ishiadika anterior superior ( SIAS ) kiri dan kanan. Pungsi dapat
pula di lakukan anatara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak boleh
pada bayi.
3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm
dengan larutan Povidon iodin di ikuti larutan alkohol 70% dan tutup dengan
duk steril di mana daerah pungsi lumbal di biarkan terbuka.
4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah
memakai sarung tangan steril selama 15 – 30 detik yang akan menandai titik
pungsi tersebut selama 1 menit.
5. Tasukan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah di tentukan. Masukan
jarum perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan
mulut jarum terbuka ke atas samapai menembus duramater.Jarak antara kulit
dan ruang subarakhnoi berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan
gizi. Umumnya 1,5 – 2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada
umur 3 –5 tahun. Pada remaja jaraknya 6 – 8 cm.
6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar.Untuk mendapatkan aliran
cairan yang lebih baik, jarum di putar hingga mulut jarum mengarah ke
kranial.Ambil cairan untuk pemeriksaan
7.Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester.
BAB
III
PEMERIKSAAN
TERHADAP LCS
MACAM
PEMERIKSAAN :
Pemeriksaan
terhadap LCS terdiri atas :
a.
Pemeriksaan Rutin
-
makroskopis
-
mikroskopis
- kimia
-
bakteriologi
b.
Pemeriksaan Fisik
- tekanan
c.
Pemeriksaan Khusus
- elektroforesa protein
- imunoelektroforesa
- serologi
- imunoglobulin
3.1 MAKROSKOPIS
l Pemeriksaan
makroskopis meliputi
–
Warna
–
Kekeruhan
–
pH
–
Konsistensi (bekuan)
–
Berat jenis
§ Metode
: Visual (Manual)
§ Tujuan
:
Untuk mengetahui cairan LCS secara makroskopik meliputi :
warna,
kejernihan, bekuan, pH dan BJ.
§ Alat
:
- Tabung
reaksi
- Beaker
gelas
- Kertas
indikator pH universal
- Refraktometer
abbe
§ Spesimen
: Cairan LCS
l Prinsip
: pada keadaan normal wujud LCS seperti air, dengan
membandingkannya
dapat dinilai adanya perubahan pada LCS.
l Cara
Kerja :
a.
Tes Warna, Kekeruhan, dan Bekuan
– Tabung
reaksi diisi aquadest secukupnya sebagai pembanding.
– Contoh
bahan diisikan pada tabung reaksi yang sama ukurannya dengan
pembanding.
–
Kedua tabung diletakkan berdekatan dengan latar belakang kertas putih.
–
Bandingkan contoh bahan dengan aquadest.
b.
Tes Berat Jenis
Cairan
LCS diteteskan 1-2 tetes pada refraktometer dan diperiksa pada eye piece BJ.
l
Interprestasi hasil :
–
Warna
Diamati warna pada LCS dengan aquades sebagai pembanding
–
Kejernihan / kekeruhan
•
0 = jernih
•
+ 1 = berkabut
•
+ 2 = kekeruhan ringan
•
+ 3 = kekeruhan nyata
•
+ 4 = sangat keruh
–
Bekuan
Tidak ada (negatif) atau ada bekuan (positif)
No
|
Parameter
|
Penilaian
|
Normal
|
1.
|
Warna
|
Tidak
berwarna, Kuning muda, Kuning, Kuning tua, Kuning coklat, merah, hitam coklat
|
Tidak
berwarna
|
2.
|
Kejernihan
|
Jernih, agak
keruh, keruh, sangat keruh, keruh kemerahan
|
Jernih
|
3.
|
Bekuan
|
Tidak ada
bekuan, ada bekuan
|
Tidak ada
bekuan
|
4.
|
Ph
|
7,3 atau
setara dengan pH plasma/serum
|
|
5.
|
BJ
|
1.000 – 1.010
|
1.003 – 1.008
|
§ Hal
yang perlu diperhatikan :
Warna
Normal warna
LCS tampak jernih, wujud dan viskositasnya sebanding air.
–
Merah muda → perdarahan trauma akibat pungsi
–
Merah tua atau coklat → perdarahan subarakhnoid akibat hemolisis dan
akan
terlihat jelas sesudah disentrifuge
–
Hijau atau keabu-abuan → pus
–
Coklat → terbentuknya methemalbumin pada hematoma subdural kronik
–
Xanthokromia → (kekuning-kuningan) pelepasan hemoglobin dari eritrosit yang lisis
(perdarahan intraserebral/subarachnoid); juga disebabkan oleh kadar protein
tinggi (> 200 mg/dl)
Kekeruhan
Normal →
tidak ada kekeruhan atau jernih.Walaupun demikian LCS yang jernih terdapat juga
pada meningitis luetika, tabes dorsalis, poliomyelitis, dan meningitis
tuberkulosa.
Keruh
→ ringan seperti kabut mulai tampak jika :
–
lekosit 200-500/ul3
–
eritrosit> 400/ml
–
mikroorganisme (bakteri, fungi, amoeba)
–
aspirasi lemak epidural sewaktu dilakukan pungsi
–
media kontras radiografi.
Konsistensi
bekuan
–
Bekuan à banyak darah masuk
–
Normal → tidak terlihat bekuan
–
Bekuan → banyaknya fibrinogen yang berubah menjadi fibrin.
Disebabkan:
trauma pungsi, meningitis supurativa, atau meningitis tuberkulosa.
Jendalan sangat
halus à LCS didiamkan di dalam almari es selama 12-24 jam.
- LCS
yang bercampur darah dalam jumlah banyak pada kedua tabung, tidak
dapat
diperiksa karena karena akan sama hasilnya dengan pemeriksaan
dalam
darah, terutama bila ada bekuan merah sebagaimana darah membeku.
- Adanya
bekuan terlihat berupa kabut putih yang menggumpal karena bekuan
terdiri
atas benang fibrin.
3.2 MIKROSKOPIS
l Syarat
pemeriksaan :
Dilakukan dlm
waktu < 30’, karena bila > 30’ jml sel akan berkurang yang disebabkan:
–
Sel mengalami sitolisis
–
Sel akan mengendap, shg sulit mendapat sampel yang homogen
–
Sel terperangkap dalam bekuan
–
Sel cepat mengalami perubahan morfologi
3.2.1 Hitung
Jumlah Sel
§ Metode
:
Bilik Hitung
§ Prinsip
: LCS diencerkan dengan larutan Turk pekat akan ada sel
leukosit dan sel lainnya akan lisis dan dihitung selnya dalam
kamar hitung di bawah mikroskop.
§ Tujuan
: Untuk mengetahui jumlah sel dalam cairan LCS.
§ Alat
dan Reagensia :
- Mikroskop
- Hemaocytometer
: Bilik hitung Improved neubauer, kaca penutup, pipet
thoma leukosit
- Larutan
Turk Pekat : Kristal violet 0,1 gram, asam asetat glacial 10 mL dan
aquadest
90 mL.
§ Spesimen
: LCS
§ Cara
Kerja :
- Larutan
Turk pekat diisap sampai tanda 1 tepat
- Larutan
LCS diisap sampai tanda 11 tepat.
- Dikocok
perlahan dan dibuang cairan beberapa tetes.
- Diteteskan
pada bilik hitung dan dihitung sel dalam kamar hitung pada semua kotak leukosit
di mikroskop lensa objektif 10x/40x.
§ Perhitungan
:
Ʃ
Sel = Jumlah sel ditemukan x 1
x 1 x pengenceran
Jumlah
kotak
L T
=
……..sel/mm3 LCS
Ket : T =
tinggi bilik hitung : 1/10 mm
L = luas 1 satuan kotak yang dipakai
§ Interpretasi
: Jumlah sel normal = 0 – 5 sel/mm3 LCS
3.2.2 Hitung
Jenis Sel
Metode
: Tetes tebal dengan pewarnaan Giemsa
Tujuan
:Untuk
membedakan dan mengetahui jumlah masing-masingjenis sel mononuklear dan
polinuklear dalam cairan LCS
Alat dan
Reagensia :
- Objek
Gelas
- Kaca
Penghapus
- Sentrifuge
- Tabung
reaksi
- Metanol
absolut
- Giemsa
- Timer
Spesimen
: LCS
Cara Kerja
:
- Cairan
LCS di masukkan dalam tabung secukupnya.
- Disentrifugasi
selama 5 menit 2000 rpm
- Supernatant
dibuang dan endapan diambil.
- Diteteskan
pada objek gelas dan dibuat preparat hapusan tebal
- Di
keringkan dan difiksasi selama 2 menit dengan metanol absolut.
- Diwarnai
dengan Giemsa selama 15-20 menit.
- Dicuci
dan diperiksa dimikroskop lensa objektif 100x denga imersi.
§ Perhitungan
:
Jenis sel
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
Jumlah
|
%
|
MN
|
||||||||||||
PMN
|
||||||||||||
Jumlah
|
Interpretasi :
Normal MN 100% dan PMN 0%
3.2.3 Bakterioskopi
Dari pemeriksaan bakteliologi terhadap LCS,
bakteri yang sering muncul ialah :Mycobacterium tuberculosa, Neisseria
meningitidis, Streptococcus pneumoniae, dan Haemophillus influenzae.
Dengan melakukan pemeriksaan bakteriologi,
sering sudah di dapatkan petunjuk ke arah etiologi radang.Pemeriksaan yang
paling diperlukan adalah pewarnaan Gram dan Ziehl Neelsen.Specimen yang dipakai
untuk pewarnaan ini sebaiknya memakai sedimen dari LCS.Untuk pewarnaan tahan
asam (Ziehl Neelsen) baik juga dipakai specimen bekuan halus dekat permukaan
LCS.
a. Pewarnaan Gram
Cara
kerja :
-
Gelas objek dan gelas penutup dibersihkan
dengan alkohol 70% steril.
-
Dibuat apusan dari bahan sedimen LCS
-
Difiksasi di atas api bunsen.
-
Apusan bakteri yang telah jadi ditetesi gram A
selama 3 menit, dicuci denan air mengalir, dan dikeringanginkan.
-
Kemudian ditetesi gram B selama 1 menit, dicuci
dengan air mengalir, dan dikeringanginkan.
-
Kemudian ditetesi gram C selama 1 menit, dicuci
dengan air mengalir, dan dikeringanginkan.
-
Kemudian ditetesi gram D selama 2 menit, dicuci
dengan air mengalir, dan dikeringanginkan.
-
Diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 1000
x, kemudian dicatat bentuk dan warna susunan, dan sifat sel bakteri
b.
Pewarnaan
Ziehl-Neelsen
Cara
kerja :
-
Letakan sediaan yang telah difiksasi pada rak
dengan apusan menghadap ke atas.
-
Teteskan larutan carbol fuchsin 0,3% (ZN
A) sampai menutupi seluruh permukaan sediaan sputum.
-
Panaskan dengan nyala api spiritus sampai
keluar uap selama 3-5 menit (tidak boleh mendidih/kering).
-
Singkirkan api spiritus, diamkan selama 5
menit.
-
Bilas dengan air mengalir pelan sampai zat
warna merah yang bebas terbuang.
-
Tetesi sediaan dengan larutan asam alcohol 3%
(ZN B) sampai warna merah fuchsin hilang.
-
Bilas dengan air mengalir pelan.
-
Teteskan larutan methylen blue 0,3% ( ZN C)pada
sediaan sampai menutupi seluruh permukaan.
-
Diamkan 10 – 20 detik.
-
Bilas dengan air mengalir pelan.
-
Diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 1000
x, kemudian dicatat bentuk dan warna susunan, dan sifat sel bakteri
3.3 KIMIAWI
Analisa
kimia LCS à membantu diagnosis / menilai prognosis.
Pemeriksaan
rutin yang dilakukan :
–
penetapan protein secara kualitatif
–
kadar protein
–
kadar glukosa
–
kadar klorida
3.3.1 Protein
Kualitatif
l Keadaan
normalà cairan otak mengandung sedikit sekali protein
l
Perbandingan antara albumin dan globulin LCS leih kecil daripada dalam plasma
l
Konsentrasi protein ↑ :
–
Permeabilitas sawar darah-otak ↑ oleh radang
–
Meningitis yang berat
A. TEST PANDY
l Prinsip
: reagen pandy memberikan reaksi terhadap protein (albumin dan globulin)
dalam bentuk kekeruhan. Pada keadaan normal tidak terjadi kekeruhan atau
kekeruhan yang ringan seperti kabut.
l Alat dan
reagen yang dipakai :
–
Tabung serologi (garis tengah 7 mm)
–
Kertas putih
–
Reagen Pandy (larutan phenol jenuh dalam air)
l Cara
pemeriksaan :
–
Ke dalam tabung serologi dimasukkan 1 ml reagen Pandy
–
Tambahkan 1 tetes LCS
–
Kemudian dilihat segera ada tidaknya kekeruhan.
l
Interprestasi hasil
–
Negatif : tidak ada kekeruhan
–
Positif : terlihat kekeruhan yang jelas
•
+1 : opalescent (kekeruhan ringan
seperti kabut)
•
+2 : keruh
•
+3 : sangat keruh
•
+4 : Kekeruhan seperti susu
Nilai
normal : (-) / (+1)
B. TEST
NONNE APELT
l Prinsip
: reagen Nonne memberikan reaksi terhadap protein globulin dalam bentuk
kekeruhan yang berupa cincin.
Ketebalan
cincin berhubungan dengan kadar globulin, makin tinggi kadarnya maka
cincin yang terbentuk makin tebal.
l Alat dan
reagen yang dipakai :
–
Tabung serologi (garis tengah 7 mm)
–
Reagen Nonne (larutan ammonium sulfat jenuh
dalam air)
l Cara
pemeriksaan :
–
Ke dalam tabung serologi dimasukkan 1 ml reagen Nonne
– Tambahkan
1 ml LCS dengan cara pelan-pelan sehingga terbentuk 2 lapisan,
di
mana lapisan atas adalah LCS. Diamkan selama 3 menit.
–
Kemudian dilihat pada perbatasan kedua lapisan dengan latar belakang gelap.
l
Interprestasi hasil :
–
Negatif : tidak terbentuk cincin antara kedua lapisan
–
+1 : cincin yang terbentuk menghilang setelah dikocok (tidak ada bekasnya).
–
+2 : setelah dikocok terjadi opalesensi
–
+3 : mengawan setelah dikocok
l Normal :
(-)
3.3.2 Protein
Kuantitatif
Metode
: Biuret
Prinsip
: Protein dalam sampel bereaksi dengan ion cupri (II) dalammedium alkali
membentuk komplek warna yang dapatdiukur dengan spektrofotometer.
Tujuan
: Untuk menetapkan kadar protein dalam LCS.
Alat
:
- Tabung
reaksi
- Mikropipet
20 µLdan 1000 µL.
- Tip
kuning dan biru.
- Fotometer
Reagensia
:
- Reagen
Kerja: Cupri (II) asetat 6 mmol/L, Kalium Iodida 12 mmol/L,NaOH 1,15
mol/L, deterjen.
- Reagen
standard : 8,0 g/dL
- Stabilitas : Reagensia stabil setelah dibuka sampai kadaluarsa bila
disimpan
pada suhu ruang.
Spesimen
: LCS
Cara Kerja :
- Masukkan ke dalam tabung
berlabel :
Blanko
|
Standar
|
Sampel
|
|
Standar
Serum
Reagen kerja
|
-
-
1000 μl
|
20 µl
-
1000 μl
|
-
20 μl
1000 μl
|
- Campur dan inkubasi selama 10
menit pada suhu ruang.
- Diukur absorben standar dan
sampel pada Photometer dengan panjang
gelombang 578 nm terhadap blanko reagent.
Perhitungan :
Total Protein = Absorben sampel
x konsentrasi standar (8,0 g/dL)
Absorben standard
= ..............g/dL x
1000 = ......mg/dL
Nilai
Normal : 15 – 45 mg/dl
3.3.3 Glukosa
Kuantitatif
Menyusutnya
kadar glukosa dalam LCS à meningitis purulenta (metabolisme leukosit &
bakteri ↓ kadar glukosa à 0).
Semua
mikroorganisme menggunakan glukosaà pe↓ kadar glukosa dapat disebabkan oleh :
fungi, protozoa, bakteri tuberculosis, dan bakteri piogen.
Meningitis oleh
virus à sedikit me↓ kadar glukosa dalam LCS.
Prinsip
: Glukosa dioksidasi oleh glukosa oksidase menghasilkan
hidrogen
peroksida yang bereaksi dengn 4-aminoantipirin
dan
fenol dengan pengaruh katalis peroksidase
menghasilkan
quinoneimine yang berwarna merah.
§ Tujuan
: Untuk menentukan kadar glukosa dalam LCS
§ Reaksi
: Glukosa + ½ O2 +
2 H2O glukosa oxidase
Glukonate + H2O2.
2 H2O2 + 4-Aminoantipyrine +
Phenol POD Quinoneimine + 4 H2O
§ Alat
:
- Tabung
reaksi
kecil
- Timer
- Mikropipet
10 dan 1000
µl
- Tissue
- Tip
kuning dan
biru
- Rak Tabung
- Fotometer
§ Reagensia
:
- Reagen
kerja Glukosa
- Reagen
standar Glukosa 100 mg/dl
- Stabilitas : Reagensia stabil setelah dibuka sampai kadaluarsa bila
disimpan
pada suhu 2-8oC.
§ Spesimen
: LCS
§ Cara
kerja:
- Dipipet
ke dalam tabung:
Blanko
|
Standar
|
Sampel
|
|
Standar
Serum
Reagen kerja
|
-
-
1000 µl
|
10 µl
-
1000 µl
|
-
10 µl
1000 µl
|
- Dicampur
dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit.
- Diukur absorben standar dan
sampel pada Photometer terhadap blanko dengan panjang gelombang 546 nm.
§ Pengamatan dan Pembacaan :
- Absorben blanko aquabidest
: 0,000
- Dicatat Absorben pengukuran
reagent blanko, standar dan sampel
§ Perhitungan :
Glukosa = Absorben
sampel x konsentrasi standard (100 mg/dL)
Absorben standard
= ..............mg/dL
§ Nilai
Normal : 45 – 70 mg/dL
3.3.4 Chlorida
Kuantitatif
§ Metode
: TPTZ
§ Prinsip
: Ion Chlorida bereaksi dengan Mercury (II), 2,4,4-tri-(2
pyridil)-S-triazide
kompleks (TPTZ) membentuk merkuri
(II)
chlorida. TPTZ bebas bereaksi dengan ion besi (II)
menghasilkan
warna biru kompleks. Perubahan absorben
pada
578 nm sebanding dengan kadar chlorida.
§ Tujuan
: Untuk menentukan kadar Chlorida dalam LCS
§ Alat
:
- Tabung
reaksi
kecil
- Timer
- Mikropipet
10 dan 1000
µl
- Tissue
- Tip
kuning dan
biru
- Rak Tabung
- Fotometer
§ Reagensia
:
- Reagen
warna : 2,4,6-tri-(2-pyridil)-S-triazide (TPTZ) dan merkuri (II)
kompleks 0,96 mmol/L dan besi (II) sulfat 0,5 mmol/L
- Standard
Chlorida : Natrium chlorida 100 mmol/L atau 355 mg/dL
§ Spesimen
: LCS
§ Cara
Kerja :
- Dipipet
ke dalam tabung:
Blanko
|
Standar
|
Sampel
|
|
Standar
Serum
Reagen kerja
|
-
-
1000 µl
|
10 µl
-
1000 µl
|
-
10 µl
1000 µl
|
- Dicampur
dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit.
- Diukur absorben standar dan
sampel pada Photometer terhadap blanko
dengan panjang gelombang 546 nm.
§ Perhitungan :
Chlorida = Absorben
sampel x konsentrasi standard (100 mmol/L)
Absorben standard
= ..............mmol/L
§ Nilai
Normal : 98 - 106 mmol/L
DAFTAR
PUSTAKA
Gandasoebrata,
R.1969. Penuntun Laboratorium Klinik . Dian Rakyat : Jakarta
Ginsberg
Lionel. 2007. Lecture Notes Neurology. Erlangga : Jakarta
Kee, Joyce
LeFeffer .1999. Pemeriksaan Dan Diagnosis.EGC : Jakarta
Pearce, Evelyn
C.1972.Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis .Gramedia : Jakarta
en.wikipedia.org/wiki/Cerebrospinal_fluid
noviihantari.blogspot.com/2011/05/liquor-cerebro-spinalis-lcs.html
id.scribd.com/doc/52329776/CAIRAN-OTAK
ramedia :
Jakarta
en.wikipedia.org/wiki/Cerebrospinal_fluid
noviihantari.blogspot.com/2011/05/liquor-cerebro-spinalis-lcs.html
id.scribd.com/doc/52329776/CAIRAN-OTAK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar